Selasa, 30 Januari 2018

PANCASILA: pembahasan pancasila secara ilmiah



KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
            Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
   
            Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini agar lebih baik lagi.
   
            Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
   
                                                                                      Ponorogo,  10 Janauari 2018
   
                                                                                              kelompok 2




Pembahasan pancasila  Secara Ilmiah
Sebagai suatu kajian ilmiah harus memenuhi syarat ilmiah yaitu dengan metode analisis-abstraksi sistesis. Sistem pengetahuan ilmiah itu bertingkat-tingkat sebagaimana dikemukakan oleh I.r Poedjowijatno dalam bukunya: “Tahu dan Pengetahuan”. Sebagai berikut :
1. Berobyek
Syarat suatu pengetahuan ilmiah, bahwa ilmu pengetahuan itu herus memiliki obyek. Di dalam filsafat ilmu pengetahuan dibedakan atas dua macam
obyek yaitu “obyek formal” dan “obyek materia”.
Obyek formal, pancasila yang dalam arti formal yaitu Pancasila dalam rumusan yang sudah tertentu bunyinya dan berkedudukan hukum sebagai dasar
filsafat Negara.
Obyek materia, pancasila adalah suatu obyek yang merupakan sasaran pembahasan dan pengkajian, baik bersifat empiris maupun non-empiris.
Obyek materia pembahasan, adalah pandangan hidup bangsa yang sudah lama diamalkan dalam segala aspek, adat dan kebudayaan, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selain itu obyek materia pembahasan Pancasila berupa: lembaran Negara, lembaran hukum maupun naskah-naskah resmi kenegaraan yang mempunyai sifat imperatif yuridis.
Adapun obyek yang bersifat non-emperis meliputi: nilai moral, serta nilai-nilai religius yang tercermin dalam kepribadian, sifat, karakter dan pola-pola budaya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Bermetode
Salah satu metode dalam pembahasan Pancasila adalah metode “analitico syntetic” yaitu suatu perpaduan metode analitis dan sintesis. Dikarenakan obyek Pancasila banyak berkaitan dengan hasil-hasil budaya dan obyek sejarah, maka lazim digunakan metode “hermeneutika” yaitu suatu metode untuk menemukan makna dibalik obyek.
Demikian juga metode “koherensi historis”, serta metode “pemahaman, penafsiran dan interpretasi”, metode-metode tersebut senantiasa didasarkan atas
hukum-hukum logika dalam suatu penarikan kesimpulan terhadap: UUD 1945,
TAP MPR, Perundang-undangan, serta fakta-fakta historis yang telah
diakui kebenarannya, diteliti dengan menggunakan metode dan teknik yang
bersifat ilmiah agar dapat dipahami obyek secara lebih berhasil,
sehingga diperoleh pengetahuan yang benar mengenai obyek itu.
3. Bersistem
Pengetahuan ilmiah harus merupakan suatu kesatuan, artinya keseluruhan proses dan hasil berpikir disusun dalam satu kesatuan yang bulat. Saling berhubungan sehingga diperoleh kesatuan yang organis, harmonis, dan dinamis.
Pembahasan Pancasila sebagaimana yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 secara ilmiah, harus merupakan suatu kesatuan dan keutuhan.
4. Bersifat Universal
Kebenaran pengetahuan ilmiah harus bersifat universal, tidak terbatas oleh waktu, situasi, maupun jumlah tertentu. Kajian hakikat pada nilai-nilai Pancasila bersifat universal, dengan kata lain bahwa inti sari, essensi atau makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila adalah bersifat universal yang mendukung kebenaran atas kesimpulan dan pertanyaan.
Tingkatan Pengetahuan Ilmiah
Tingkatan ilmiah dalam masalah ini lebih menekankan pada karakteristik pengetahuan. Sehingga sangat ditentukan oleh macam pertanyaan, sbb:
1.      Pengetahuan deskriptif : Suatu pertanyaan “bagaimana”
Mengkaji Pancasila secara obyektif, harus menerangkan dan menjelaskan serta menguraikan Pancasila secara obyektif sesuai dengan kenyataan Pancasila
itu sendiri sebagai hasil budaya bangsa Indonesia.
2.      Pengetahuan kausal : Suatu pertanyaan “mengapa”
Kaitan dengan kajian tentang Pancasila, maka tingkat pengetahuan sebab-akibat akan berkaitan dengan kajian proses kausalitas terjadinya Pancasila,
meliputi empat
kausa: kausal matrialis, kausa formatis, kausa effisien dan kausa
finalis.
3.      Pengetahuan normatif
Dengan kajian normatif, dapat membedakan secara normatif realisasi atau pengamalan. Pancasila yang seharusnya dilakukan. Realisasi Pancasila dalam kenyataan faktual yaitu Pancasila yang senantiasa berkaitan dengan dinamika kehidupan serta perkembangan zaman.
4.      Pengetahuan essensial:
Kajian Pancasila secara essensial pada hakikatnya untuk mendapatkan suatu pengetahuan tentang inti sari atau makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila.
Lingkup pembahasan pancasila yuridis kenegaraan
Panacasila sebagai objek pembahasan ilmiah yang memililki ruang lingkup yang sangat luas.
Pancasila dibahas dari sudut pandang moral atau etika maka lingkup pembahasan nya meliputi ‘etika pancasila’ dibahas dari sudut ekonomi kita dapatkan bidang ‘ekonomi pancasila’, dari sudut pandang nilai ‘askologi pancasila’, adapun bilamana pancasila dibahas dari sudut pandang epistimologi, epistimologi pancasila dari sudut pandang ‘filsafat pancasila’ dari sudut pandang yuridis kenegaraan maka kita dapatkan bidang ‘pancasila yuridis kenegaraan’. Meliputi pembahasan pancasila dalam kedudukannya sebagai dasar nregara republik Indonesia, sehingga meliputi pembahasan bidang yuridis ketatakenegaraan, reallisasi oancasila dalam segala aspek penyelengaraan negara secara resmi baik yang menyangkut norma hukum maupun moral dalam kaitannya dengan segala aspek penyelenggaraan negara.
            Tingkatan pengetahuan ilmiah dalam pembahasan pancasila yuridis kenegaraan adalah meliputi tingkatan pengetahuan deskriptif, kausal dan normatif. Adapun tingkatan pengetahuan ilmiah esensial dibahas dalambidang filasafat pncasila, yaitu mmbahas sila-sila pancasila sampai tingkat hakikatnya.
-          Beberapa pengertian pancasila
Kedudukan Pancasila bila dikaji secara ilmiah memiliki pengertian-pengertian yang luas, baik dalam kedudukannya sebagai dasar negara, sebagai pandangan hidup bangsa, sebagai ideologi bangsa dan negara, maupun sebagai kepribadian bangsa. Bahkan dalam proses terjadinya terdapat berbagai macam terminologi yang bisa dideskripsikan secara objektif.
Oleh karena itu, untuk memahami Pancasila secara kronologis, baik menyangkut rumusannya maupun peristilahannya, kita perlu memahami pengertian Pancasila tersebut dengan meliputi lingkup pengertian sebagai berikut :
a.       Pengertian pancasila secara etimologis
b.      Pengertian pancasila secara historis
c.       Pengertian pancasila secara terminologis
1.      Pengertian pancasila secara etimologis
Sebelum membahas isi arti dan fungsi pancasila sebagai dasar negara maka terlebih dahulu perlu dibahas asal kata dan istilah “panasila” besera mana yang terkandung didalamnya.
Secara etimologis istilah “Pancasila” berasal dari bahasa Sansekerta dari India (bahasa kasta Brahmana). Bahasa rakyat biasa disebut dengan bahasa Prakerta. Menurut Muhammad Yamin, dalam bahasa Sansekerta, perkataan “Pancasila” memiliki dua macam arti secara leksikal yaitu :
“panca” artinya “lima”
“syila” (vokal i pendek) artinya “batu sendi”, “alas”, atau “dasar”
“syiila” (vokal i panjang) artinya “peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau yang senonoh”.
Dalam bahasa Indonesia, terutama bahasa Jawa, kata-kata tersebut diartikan “susila” yang sangat berkaitan dengan moralitas. Oleh karena itu secara etimologis kata “Pancasila” yang dimaksudkan adalah istilah “Panca Syila” (dengan vokal i pendek) yang memiliki makna leksikal “berbatu sendi lima” atau secara harfiah “dasar yang memiliki lima unsur”. Adapun istilah “Panca Syiila” (dengan vokal i panjang) bermakna lima aturan tingkah laku yang penting. (Yamin; 1960: 437)
            Perkataan pancasila mula-mula terdapat dalam kepustakaan Budha di India dalam kitab Suci Tri Pitaka yang terdiri dari 3 macam buku besar: Suttha Pitaka, Abhidama Pitaka dan Vinaya Pitaka. Dalam ajaran budha terdapat ajaran moral untuk mencapai Nirwana dengan melalui samadhi, dan setiap golongan berbeda kwajiban moralnya. Ajaran-ajaran moral tersebut adalah sebagai berikut. Dasasyiila, saptasyiila, pancasyiila.
            Dalam agama Budha, ajaran Pancasila merupakan lima aturan (larangan) atau five moral principles yang berisi lima larangan atau lima pantangan. Secara lengkap isi Pancasila yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1.       Panati pada veramani sikhapadam samadiyani, artinya ”Jangan mencabut nyawa makhluk hidup,” maksudnya: dilarang membunuh.
2.       Dinna dana veramani shikapadam samadiyani, artinya ”Jangan mengambil barang yang tidak diberikan,” maksudnya: dilarang mencuri.
3.       Kemashu micchacara veramani shikapadam samadiyani, artinya ”Jangan berhubungan kelamin,” maksudnya: dilarang berzina.
4.       Musawada veramani sikapadam samadiyani, artinya ”Jangan berkata palsu,” maksudnya: dilarang berdusta.
5.       Surameraya masjja pamada tikana veramani, artinya ”Jangan meminum minuman yang menghilangkan pikiran,” maksudnya: dilarang minum minuman keras. (Zainal Abidin, 1958: 361)
Dengan masuknya kebudayaan India ke Indonesia melalui penyebaran agama hindu dan budha, maka ajaran “pancasila” budhismepun masuk kedalam kepustakaan Jawa, terutama pada jaman majapahit. Perkataan “pancasila” khasanah kesusastraan nenek moyang kita dijaman keemasan keprabuan majapahit dibawah raja hayam wuruk dan Maha Patih Gadjah Mada, dapat ditemukan dalam keropak Negara Kertagama berupa kakawin (syair pujian) dalam pujangga istana bernama Empu Prapanca pada tahun 1365. Di dalamnya kita akan menemukan istilah ini dalam surga 53 bait ke-2 yang berbunyi sebagai berikut :
“yatnaggegwani pancasyiila ketasangkarbgisekaka karma” yang artinya Raja menjalankan dengan setia kelima pantangan (pancasila)
 begitu pula upacara ibadat dan pengobatan-pengobatan.
            Setelah Majapahit runtuh dan agama Islam mulai tersebar ke seluruh Indonesia maka sisa-sisa pengaruh ajaran moral Budha (Pancasila) masih dikenal dalam masyarakat Jawa yang disebut dengan lima larangan atau pantangan moralitas sebagai berikut:
1.      Mateni artinya membunuh
2.      Maling artinya mencuri
3.      Madon artinya berzina
4.      Mabok artinya meminum minuman keras atau menghisap candu
5.      Main artinya berjudi
Pengertian Pancasila secara Historis
Proses perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama dr. Radjiman Widyodiningrat, mengajukan suatu masalah, khususnya akan dibahas pada sidang tersebut. Masalah tersebut adalah tentang suatu calon rumusan dasar negara Indonesia yang akan dibentuk. Kemudian tampilah pada sidang tersebut tiga orang pembicara yaitu Mohammad Yamin, Soepomo dan Soekarno.
Pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam siding tersebut Ir. Soekarno berpidato secara lisan (tanpa teks) mengenai calon rumusan dasar negara Indonesia. Kemudian untuk memberikan nama “Pancasila” yang artinya lima dasar, hal ini menurut Soekarno atas saran dari salah seorang temannya yaitu seorang ahli bahasa yang tidak disebutkan namanya.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, kemudian keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1945 disahkannya Undang-Undang Dasar 1945 termasuk Pembukaan UUD 1945 di mana didalamnya termuat isi rumusan lima prinsip atau lima prinsip sebagai satu dasar negara yang diberi nama Pancasila.
Sejak saat itulah perkataan Pancasila menjadi bahasa Indonesia dan merupakan istilah umum. Walaupun dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah “Pancasila”, namun yang dimaksudkan Dasar Negara Republik Indonesia adalah disebut dengan istilah “Pancasila”. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis terutama dalam rangka pembentukan calon rumusan dasar negara, yang secara spontan diterima oleh peserta sidang secara bulat.
Demikianlah riwayat singkat pancasila baik dari segi istilahnya maupun proses perumusannya, sampaimenjadi dasar negara yang sah sebagai mana terdapat dalam pembukaan UUD 1945. Adapun secara terminologi historis proses perumusan pancasila adalah sebagai berikut :
a.       Ir. Soekarno (1 Juni 1945).
Pada tanggal 1 Juni 1945, di dalam sidang tersebut Ir. Soekarno pun berpidato secara lisan (tanpa teks) mengenai calon rumusan dasar negara Indonesia. Dalam pidatonya, Soekarno mengajukan nama “Pancasila” (yang artinya lima dasar) sebagai dasar kenegaraan. Dalam pengakuannya, istilah ini ia peroles dari salah seorang temannya yaitu seorang ahli bahasa yang tidak disebutkan namanya. Kelima asas dasar negara Indonesia tersebut hádala sebagai berikut.
1. Nasionalisme atau kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau perikemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi perwakilan
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang berkebudayaan.
Dalam kesempatan itu, ia juga menawarkan penyusutan Pancasila menjadi Trisila yang rinciannya adalah sebagai berikut.
1. Sosio Nasional yaitu “Nasionalisme dan Internasionalisme”.
2. Sosio Demokrasi yaitu “Demokrasi dengan kesejahteraan rakyat”
3. Ketuhanan Yang Maha Esa
Trisila ini bisa diperas lagi, menurut Soekarno, menjadi “Eka Sila” atau satu sila yang intinya adalah “gotong-royong”. Tetapi ia sangat cenderung pada Pancasila yang ia uraikan di awal pidatonya itu.


b.      Piagam Jakarta (22 Juni 1945)
Dalam beberapa persidangan BPUPKI belum dicapai suatu kesepakatan yang utuh tentang rumusan Pancasila yang akan menjadi dasar kenegaraan yang mengikat secara kontinyu. Akhirnya, BPUPKI menetapkan sembilan orang tokoh untuk membuat kesepakatan sesuai dengan rancangan ideologi masing-masing. Dalam sidang yang dilakukan Panitia Sembilan ini tercapailah rumusan yang lebih dikenal dengan Piagam Jakarta. Isi rumusan Pancasila tersebut adalah sebagai berikut.
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Keesokan harinya, tanggal 18 Agustus 1945, Undang-Undang Dasar 1945 termasuk Pembukaannya disahkan. Di dalam UUD 1945 tersebut termuat isi rumusan lima prinsip sebagai satu dasar negara yang diberi nama Pancasila.
Sejak saat itulah perkataan Pancasila menjadi bahasa Indonesia dan merupakan istilah umum. Walaupun dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah “Pancasila”, namun yang dimaksudkan Dasar Negara Republik Indonesia sebagaimana isi pidato Ir. Soekarno dalam sidang pertama BPUPKI adalah “Pancasila”. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis, terutama dalam rangka pembentukan calon rumusan dasar negara, yang secara spontan diterima oleh peserta sidang secara bulat.
Pengertian Pancasila secara Terminologis
Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 itu telah melahirkan negara Republik Indonesia. Untuk melengkapi alat-alat perlengkapan negara sebagaimana lazimnya negara-negara yang merdeka, maka Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) segera mengadakan sidang. Sidang tanggal 18 Agustus 1945 telah berhasil mengesahkan UUD Negara Republik Indonesia yang dikenal dengan UUD 1945. Adapun UUD 1945 terdiri atas dua bagian yaitu:
Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal UUD 1945 yang berisi 37 pasal, 1 aturan Aturan Peralihan yang terdiri atas 4 pasal dan 1 Aturan Tambahan terdiri atas 2 ayat.
Namun dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia terdapat pula rumusan-rumusan Pancasila sebagai berikut.
a. Dalam Konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat)
Konstitusi ini berlaku tanggal 29 Desember 1949 s.d. 17 Agustus 1950. Di dalamnya tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan Sosial
b. Dalam UUD (undang-undang dasar sementara 1950)
Undang-Undang Dasar 1950, berlaku mulai tanggal 17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959, rumusan Pancasila yang tercantum dalam konstitusi RIS adalah sebagai berikut.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Peri kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan sosial.
Dalam bagian pembukaan UUD 1945 yang terdiri atas empat alinea tersebut tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan¬/perwakilan
5. Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 inilah yang secara konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh rakyat Indonesia. Selain itu ada juga beberapa rumusan pengertian Pancasila dalam makna yang umum, di antaranya adalah sebagai berikut.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia
Pancasila digunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan aktivitas dan kehidupan di dalam segala bidang. Dengan kata lain semua tingkah laku dan perbuatan setiap warga negara Indonesia harus sesuai dengan sila-sila yang terdapat dalam Pancasila.

Pancasila sebagai jiwa dan kepribadian bangsa
Pancasila sudah menjadi jiwa setiap rakyat Indonesia dan telah menjadi ciri khas bangsa Indonesia dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan.
Pancasila sebagai dasar negara
Pancasila digunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan negara atau dasar mengatur penyelenggaraan negara.
Menurut Prof. Dr. Notonegoro, SH, Pancasila merupakan norma hukum pokok atau pokok kaidah fundamental dan memiliki kedudukan yang tetap, kuat, dan tidak berubah. Pancasila juga memiliki kekuatan yang mengikat secara hukum. Penegasannya tercantum dalam ketetapan-ketetapan sebagai berikut.
1. Pembukaan UUD 1945 alinea IV
2. Tap MPR No.XVII/MPR/1998
3. Tap MPR No.II/MPR/2000
Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia
Pancasila merupakan dasar filsafat negara dan ideologi negara. Falsafah ini kemudian dipergunakan sebagai dasar untuk mengatur pemerintahan dan mengatur penyelenggaraan negara.


Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara Indonesia
Fungsi Pancasila dapat dilihat secara yuridis ketatanegaraan. Tap MPR No. III/MPR/2000 mengatur tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.
Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia
Pancasila disahkan bersama-sama dengan disahkannya UUD 1945 oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. PPKI merupakan wakil rakyat Indonesia pada masa itu yang mengesahkan perjanjian luhur tersebut.
Pancasila sebagai cita-cita bangsa Indonesia
Cita-cita luhur bangsa Indonesia tegas termuat dalam Pembukaan UUD 1945 karena Pembukaan UUD 1945 merupakan perjuangan jiwa proklamasi, yaitu jiwa Pancasila.
Dengan demikian Pancasila merupakan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia.


Daftar pustaka :
            Kaelan.2016.Pendidikan Pancasila.Yogyakarta: Paradigma.
            Yosanunsera.2014.”Beberapa Pengertian Pancasila”,
            Setyawan, Hendra.2010.”Pembahasan Pancasila Secara Ilmiah”,

Minggu, 28 Januari 2018

WORLDVIEW ISLAM SYARIAH : hubungan ritual dan akhlak



BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
            Pada dasarnya semua agama tentulah memiliki suatu ajaran yang terkait dengan hal-hal yang bersifat sakral, sehingga muncullah istilah “Ritual” yang merupakan  sebuah  tindakan yang dapat mempererat sebuah hubungan antara pelaku dengan obyek dianggap suci. Akan tetapi di dalam pengimplementasiannya tidak sedikit yang dinilai masih kurang. Apakah hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang arti dan definisi ritual yang sebenarnya, atau adanya penyebab lain yang dapat memunculkan sosok individu yang selalu ingin tampil instan tanpa mempedulikan dan memperaktekan ritual yang menjadi sarana pokok untuk memperkokoh hubungan pelaku dengan objek yang dianggap dalam agamanya.
Sebagai warga Negara yang percaya dan menganut suatu agama tentulah kiranya kita harus mengetahui dan mempelajari tentang hal-hal yang terkait dengan masalah agama itu sendiri. Seperti ritual dan institusi islam. Sehingga dengan demikian diharapkan tidak adanya lagi fenomena-fenomena yang sudah menjamur seperti islam ktp dan lain sebagainya.
Dan sekarang Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting, sebagai individu maupun masyarakat dan bangsa, sebab jatuh bangunnya suatu masyarakat tergantung pada bagaimana akhlaknya. Apabila baik akhlaknya, maka sejahteralah lahir batinnya, apabila rusak akhlaknya, maka rusaklah lahir batinnya.
Konsep akhlaqul karimah adalah konsep hidup yang lengkap dan tidak hanya mengatur hubungan antara manusia, alam sekitarnya tetapi juga terhadap penciptaannya. Allah menciptakan ilmu pengetahuan bersumber dari Al-Quran. Namun, tidak semua orang mengetahui atau percaya akan hal itu. Ini dikarnakan keterbatasan pengetahuan manusia dalam menggali ilmu-ilmu yang ada dalam Al-Quran itu sendiri . Oleh karna itu,  permasalahan ini diangkat, yakni keterkaitan akhlak islam dengan ilmu yang berdasarkan Al-Quran dan Hadits.


Rumusan masalah
1.      Apa pengertian ritual?
2.      Apa saja tujuan ritual dalam agama Islam?
3.      Apa saja contoh ritual dalam Islam?
4.      Pengertian akhlak?
5.      Apa Sajakah karakteristik akhlak islami?
6.      Apa Sajakah ruang lingkup akhlak?
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian ritual dalam Islam
            Ritual ialah teknik (cara, metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci (sanctify the custom). Ritual menciptakan dan memelihara mitos, juga adat sosial dan agama. Ritual dapatt pribadi atau berkelompok. Wujudnya bisa berupa do’a, tarian, kata-kata dan sebagainya.
            Semua agama mengenal ritual, karena setiap agama memiliki ajaran tentang hal yang sakral. Salah satu tujuan pelaksanaan ritual adalah pemeliharaan dan pelestarian kesakralan. Di samping itu, ritual merupakan tindakan yang memperkokoh hubungan pelaku dengan objek yang suci; dan memperkuat solidaritas kelompok yang menimbulkan rasa aman dan kuat mental. (Djamari, 1993: 35)
            Ritual adalah  pola-pola pikiran yang dihubungkan dengan gejala atau pun penjelasan-penjelasan yang mempunyai ciri-ciri mistis.
Ritual menurut Winnick ialah seperangkat tindakan yang selalu melibatkan agama atau magi, yang dimantapkan melalui tradisi. Di dalam islam terdapat syariat, yang mana syariat ini merupakan kodifikasi dari seperangkat norma tingkah laku yang diambil dari Al-Qur’an dan hadis nabi.  Bila syariat ini diaplikasikan dalam bentuk ritual-ritual serta tingkah laku disebut sebagai kesalehan normatif.  Kesalehan  normatif menurut Wood ward adalah seperangkat tingkah laku yang telah digambarkan Allah melalui utusanNya yang diperuntukan seluruh umat.
            Secara umum, ritual dalam Islam dapat dibedakan menjadi dua ritual yang mempunyai dalil yang tegas dan eksplisit dalam Al Qur’an dan Sunnah; dan ritual yang tiak memiliki dalil baik dalam Al Qur’an maupun dalam sunnah. Salah satu contoh ritual bentuk pertama adalah salat; sedangkan contoh ritual kedua adalah marhabaan peringatan hari (bulan) kelahiran Nabi Muhammad saw (muludan, Sunda) dan tahlil yang dilakukan keluarga ketika salah satu anggota keluarganya menunaikan ibadah haji.
Selain perbedaan tersebut, ritual dalam Islam dapat ditunjau dari sudut tingkatan. Dari segi ini, ritual dalam Islam dapat dibedakan menjadi tiga : primer, sekunder, dan tertier.”
Ritual Islam yang primer adalah ritual yang wajib dilakukan oleh umat Islam. Umpamanya salat wajib lima waktu dalam sehari semalam. Kewajiban ini disepakati oleh ulama karena berdasarkan ayat Al Qur’an dan hadis Nabi Muhammad SAW.
Ritual Islam yang sekunder adalah ibadah salat sunnah, umpamannya bacaan dalam rukuk dan sujud, salat berjamaah salat tahajud dan salat duha.
Ritual Islam yang tertier adalah ritual yang berupa anjuran dan tidak sampai pada derajat sunan. Umpamanya. Calam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Al Nasa’I dan Ibnu Hibbanyang menyatakan bahwa Nabi Muhammad saw bersabda. “Orang yang membaca ayat kursy setelah salah wajib tidak akan ada yang menghalanginya untuk masuk surga. Meskipun ada hadis tersebut, ulama tidak berpendapat bahwa memabca ayat kursy setelah salat wajib adalah sunah. Karena itu membaca ayat kursy setelah salat wajib hanya bersifat tansam.
Tujuan ritual dalam Islam
            Adapun tujuan dari ritual islam ada tiga, yaitu:
1.    Yaitu ritual yang bertujuan mendapatkan ridha Allah semata dan balasan yang ingin dicapai adalah kebahagiaan ukhrawi.
2.    Ritual yang bertujuan mendapatkan balasan didunia ini.
3.    Ada yang tujuannya meminta ampun atas kesalahan yang dilakukannya.
Dari sudut mukalaf, ritual islam dapat dibedakan menjadi dua: ritual yang diwajibkan kepada setiap orang dan ritual yang wajib kepada setiap individu tetapi pelaksanannya dapat diwakili.
            Berbeda dengan Romans, C. Anthony Wallace (Djamari, 1993: 39) meninjau ritual dari segi jangkauannya, yakni sebagai berikut:
1.      Ritual sebagai teknologi, seperti upacara yang berhubungan dengan kegiatan pertanian dan perburuan.
2.      Ritual sebagai terapi, seperti upacara untuk mengobati dan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
3.      Ritual sebagai ideologis - mitos dan ritual tergabung untuk mengendalikan suasana perasaan hati, nilai, sentimen, dan perilaku untuk kelompok yang baik. Misalnya, upacara inisiasi yang merupakan konfirmasi kelompok terhadap sta tus, hak, dan tanggung jawab yang baru.
4.      Ritual sebagai penyelamatan (salvation), misalnya seseorang yang mempunyai pengalaman mistikal, seolah-olah menjadi orang baru; ia berhubungan dengan kosmos yang juga mempengaruhi hubungan dengan dunia profan.
5.      Ritual sebagai revitalisasi (penguatan atau penghidupan kembali). Ritual ini sama dengan ritual salvation yang bertujuan untuk penyelamatan tetapi fokusnya masyarakat.
Contoh ritual dalam Islam
      Di Desa Bojong Kulur, Gunung Putri, Bogor, terdapat sebuah tradisi tahlil haji, yaitu tahlil yang dilakukan pada hari keberangkatan anggota keluarga ke Mekah. Apabila seseorang berangkat dari rumah pada hari Sabtu, tahlil diselenggarakan pada setiap hari Sabtu (biasanya dilakukan setelah salat magrib) sampai yang melakukan ibadah haji kembali ke rumah.
Selain perbedaan tersebut, ritual dalam Islam dapat ditinjau dari sudut tingkatan. Dari segi ini, ritual dalam Islam dapat dibedakan menjadi tiga: primer, sekunder, dan tertier.
Dari sudut mukalaf, ritual Islam dapat dibedakan menjadi dua: ritual yang diwajibkan kepada setiap orang, dan ritual yang wajib kepada setiap individu tetapi pelaksanaannya dapat diwakili oleh sebagian orang.
Dari segi tujuan, ritual Islam dapat dibedakan menjadi dua pula, yaitu ritual yang bertujuan mendapatkan ridha Allah semata dan balasan yang ingin dicapai adalah kebahagiaan ukhrawi; dan ritual yang bertujuan mendapatkan balasan di dunia ini, misalnya salat istisqa, yang dilaksanakan untuk memohon kepada Allah agar berkenan menakdirkan turun hujan.
Dengan meminjam pembagian ritual menurut sosiolog (yang dalam tulisan ini diambil dari Romans), ritual dalam Islam juga dapat dibagi menjadi dua: ritual primer dan ritual sekunder.
Ritual primer adalah ritual yang merupakan kewajiban sebagai pemeluk Islam. Umpamanya, kewajiban melakukan salat Jumat bagi Muslim laki-laki. Di sebagian masyarakat Indonesia, terdapat kebiasaan salat i'adah, yaitu salat zuhur yang dilakukan secara berjamaah setelah salat Jumat.
Dalam salah satu diskusi terungkap mengenai alasan pelaksanaan i'adah itu. Di antara alasan yang dikemukakan adalah bahwa dalam salat Jumat terdapat banyak syarat yang secara rinci telah dimuat dalam kitab-kitab fikih, di antaranya harus muqim (penduduk setempat) dan jumlahnya 40 orang. Menurut kiai, meskipun jumlah jamaah diyakini lebih dari empat puluh orang, tidak dapat diketahui secara pasti apakah mereka itu penduduk setempat atau musafir. Oleh karena itu, jalan aman yang ditempuh adalah salat Zuhur setelah salat Jumat untuk menutupi kemungkinan tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat penyelenggaraan salat Jumat. Dalam kasus itu, salat Jumat berkedudukan sebagai ritual primer; dan salat Zuhur (i'adah) berkedudukan sebagai ritual sekunder.
Pengertian akhlak
            Kata “akhlak” (Akhlaq) berasal dari   bahasa Arab, merupakan bentuk jamak dari ”khuluq” yang menurut bahasa berarti budi pekerti,perangai, tingkah laku, atau tabiat. Kata tersebut mengandung segi persesuaian dengan kata ”khalq” yang berarti kejadian. Ibnu ‘Athir menjelaskan bahwa khuluq adalah gambaran batin manusia yang sebenarnya (yaitu jiwa dan sifat-sifat batiniah), sedang khalq merupakan gambaran bentuk jasmaninya (raut muka, warna kulit,tinggi rendah badan, dan lain sebagainya).
Kata khuluq sebagai bentuk tunggal dari akhlak, tercantum dalam Al-quran surah Al-Qalam(68):4, yang artinya:”Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang agung” Kata akhlak juga dapat kita temukan dalam hadis yang sangat populer yang diriwayatkan oleh Imam Malik, yang artinya:”Bahwasanya aku (Muhammad) diutus tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak mulia”;.
Secara terminologis, terdapat beberapa definisi akhlak yang dikemukakan oleh para ahli. Ahmad Amin mendefinisikan akhlak sebagai ”kehendak yang dibiasakan”. Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa akhlak adalah “sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”. Sedangkan Abdullah Darraz mengemukakan bahwa akhlak adalah “suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap yang membawa kecendrungan kepada pemilihan pada pihak yang benar (akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (akhlak yang buruk)”.      
Selanjutnya menurut Abdullah Darraz,perbuatan-perbuatan manusia dapat dianggap sebagai manifestasi dari akhlaknya, apabila memenuhi dua syarat, yaitu:
1.       Perbuatan perbuatan itu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama, sehingga menjadi suatu kebiasaan bagi pelakunya.
2.      Perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena dorongan jiwanya, bukan karena adanya tekanan dari luar,seperti adanya paksaan yang menimbulkan ketakutan atau bujukan dengan harapan mendapatkan sesuatu.
Akhlak dari segi istilah : Menurut Imam al-Ghazali, "Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan terlebih dahulu."
Menurut Ibnu Maskawih, "Akhlak ialah keadaan jiwa seseorang yang mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa pertimbangan akal fikiran terlebih dahulu."
Menurut Profesor Dr Ahmad Amin, "Akhlak ialah kehendak yang dibiasakan dan ia akan menjadi kebiasaan yang mudah dilakukan."
Karakteristik akhlak islami
Pada hakikatnya Akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan  dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Akhlak  mempunyai beberapa karakteristik atau ciri khas yaitu :
1.      Bersifat umum dan terperinci.
Di dalam al-Qur’an ada materi akhlak yang dijelaskan secara umum dan ada pula yang mendetail. Misalnya dalam Q. S. al-Nahl (16) : 90, diserukan perintah untuk berakhlak secara umum; berbuat adil, berbuat kebaikan, melarang perbuatan keji, munkar dan permusuhan. Sedangkan dalam surat al-Hujurat (49) : 12, secara terperinci dinyatalan larangan untuk saling mencela dan memanggil dengan gelar yang buruk.
2.      Manusiawi
Yaitu ajaran akhlaq dalam Islam sejalan dan memenuhi tuntutan fitrah manusia. Kerinduan jiwa manusia kepada kebaikan akan terpenuhi dengan mengikuti ajaran akhlaq dalam Islam. Ajaran ini diperuntukkan bagi manusia yang merindukan kebahagiaan dalam arti hakiki bukan kebahagiaan semu.
3.      Universal
Maksudnya bahwa ruang lingkup akhlak itu luas sekali, yakni mencakup semua tindakan manusia baik tentang dirinya maupun orang lain atau yang bersifat pribadi, kemasyarakatan ataupun negara. Keuniversalan itu menunjukkan luasnya cakupannya yaitu meliputi segenap aspek kehidupan secara pribadi maupun kemasyarakatan, dan menyangkut semua interaksi manusia dengan semua aspek kehidupan.

4.      Keseimbangan
Yaitu ajaran akhlaq dalam Islam berada di tengah antara yang mengkhayalkan manusia sebagai malaikat yang menitik beratkan segi kebaikannya dan yang mengkhayalkan manusia sebagai hewan yang menitik beratkan sifat keburukannya saja. Manusia menurut pandangan Islam memiliki 2 kekuatan dalam dirinya yaitu kekuatan baik pada hati nurani dan akalnya dan kekuatan buruk pada hawa nafsunya. Akhlaq Islam memenuhi tuntutan kebutuhan manusia, jasmani dan ruhani secara seimbang, serta memenuhi tuntutan hidup bahagia di dunia dan akhirat secara berimbang pula. Bahkan memenuhi kebutuhan pribadi harus seimbang dengan memenuhi kewajiban terhadap masyarakat.
5.      Realistik
Yaitu ajaran akhlaq dalam Islam memperhatikan kenyataan hidup manusia. Meskipun manusia telah dinyatakan sebagai makhluk yang memiliki kelebihan dibanding makhluk-makhluk lain tetapi manusia mempunyai kelemahan-kelemahan, memiliki kecenderungan manusiawi dan berbagai macam kebutuhan material dan spiritual. Dengan kelemahan-kelemahannya itu manusia sangat mungkin melakukan kesalahan-kesalahan dan pelanggaran. Oleh sebab itu Islam memberikan kesempatan kepada manusia yang melakukan kesalahan untuk memperbaiki diri dengan bertaubat.
6.      Akhlak sebagai buah dari iman.
7.      Akhlak menjaga konsistensi antara cara dan tujuan.
Islam tidak mengizinkan mancapai tujuan, walaupun baik dengan cara-cara kotor yang bertentangan dengan syariat. Karena hal tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip al-Akhlaq al-Karimah.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup ilmu akhlak meliputi :
1.      Akhlak terhadap Allah
a.       Mengabdi hanya kepada Allah
Bertaqwa dan mengabdi hanya kepada Allah, tidak akan mempersekutukan-Nya dengan apa pun dalam bentuk apa pun, serta dalam keadaan situasi dan kondisi yang bagaimanapun. Artinya: “Dan Aku (Allah) tidak ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku”.(QS. Adz-Dzariyat: 56).
b.      Tunduk dan patuh kepada Allah Artinya: “Taatlah kepada (perintah) Allah dan (perintah) Rasul-Nya supaya kalian mendapat rahmat”.(QS. Ali ‘Imran: 132(.
c.       Tawakkal Artinya: “Yang apabila terjadi terhadap mereka satu kesusahan, mereka berkata; sesungguhnya kami ini milik Allah, dan sesungguhnya kepada-Nyalah kami akan kembali”. (QS. Al-Baqarah: 15)
d.      Bersyukur kepada Allah Artinya:“Dan (ingatlah), tatkala Tuhan kamu memberitahu; jika kamu berterima kasih, niscaya Aku tambah nikmat bagi kamu, apabila kamu tidak bersyukur, maka adzab-Ku itu sangat pedih”.(QS. Ibrahim: 6-7)
e.       Penuh harap kepada Allah Artinya: “Sesungguhnya ummat yang beriman dan berhijrah serta bekerja keras (berhijrah) di jalan Allah, mereka itu (ummat yang) berharap rahmad Allah; dan Allah itu Pengampun, Penyayang”.(Al-Baqarah: 218)  
f.       Ikhlas menerima keputusan Allah Artinya: “Dan alangkah baik jika mereka ridha dengan apa yang Allah dan Rasul-Nya berikan kepada mereka, sambil mereka berkata: cukuplah Allah bagi kami, sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya akan member kepada kamu karunia-Nya, sesungguhnya kami mencintai Allah”.(QS. At-Taubah: 59)
g. Tadlarru’ dan khusyu’ Artinya: “Beruntunglah orang-orang yang beriman. Mereka yang khhusyu’ dalam shalatnya”. (QS. Al-Mukminun: 1-2) “Bermohonlah kepada Tuhan kalian dengan rendah hati dan dengan rahasia (suara hati). Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melanggar batas”.(QS. Az-Zumar: 53)
h.      Husnud-dhan Artinya: “Janganlah mati salah seorang dari kalian, melainkan dalam keadaan baik sangka kepada Allah”.(H.R. Muslim)
i.        Taubat dan istighfar Artinya: “Hai orang-orang beriman! Hendaklah kalian benar-benar taubat kepada Allah, agar segala dosa kalian diampuni dan kalian dimasukkan ke dalam surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai”.(QS. At-Tahrim: 8)
2.       Akhlak terhadap Makhluk
a.       Akhlak kepada Manusia
1). Rasulullah meliputi mencintai Rasulullah secara tulus dengan mengikuti semua sunnahnya, menjadikan Rasulullah sebagai idola dalam hidup dan kehidupan, menjalankan apa yang diperintah dan menjauhi larangannya.
2). Akhlak terhadap orang tua meliputi mencintai mereka melebihi cinta kepada kerabat lainnya, merendahkan diri kepada keduanya diiringi rasa kasih sayang, berkomunikasi dengan orang tua dengan khidmat, pergunakan kata-kata lemah lembut, berbuat baik kepada keduanya sebaik-baiknya dan mendoakan keselamatan dan keampunan bagi mereka kendatipun seorang atau kedua-duanya telah meninggal dunia.
3). Akhlak terhadap diri sendiri meliputi : Memelihara kesucian diri, baik jasmaniah maupun rohaniah, Memelihara kerapihan diri, Berlaku tenang, Menambah ilmu pengetahuan, Membina disiplin pribadi, Pemaaf dan memohon maaf, Sikap sederhana dan jujur dan Menghindari perbuatan tercela.
4).  Akhlak terhadap keluarga dan karib kerabat, antara lain : saling membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan keluarga, saling menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak, berbakti kepada ibu bapak, mendidik anak-anak dengan kasih sayang dan memelihara hubungan silaturrahim.
5). Akhlak terhadap tetangga, antara lain : saling mengunjungi, saling bantu diwaktu senang lebih-lebih tatkala susah, saling beri member, saling hormat menghormati, saling menghindari pertengkaran dan permusuhan.
6). Akhlak terhadap masyarakat, meliputi memuliakan tamu, menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan, saling menolong dalam melakukan kebajikan dan taqwa, menganjurkan anggota masyarakat termasuik dirin sendiri berbuat baik dan mencegah diri sendiri dan mencegah orang lain melakukan perbuiatan jahat dan munkar dan bermusyawarah dalam segala urusan mengenai kepentingan bersama.
b. Akhlak kepada bukan manusia atau lingkungan hidup
Sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup, menjaga dan memanfaatkan alam terutama hewani dan nabati, fauna dan flora yang sengaja diciptakan tuhan untuk kepentingan manusia dan makhluk lainnya, sayang pada sesama makhluk.
KESIMPULAN
Ritual adalah prilaku yang diatur secara ketat, dilakukan sesuai dengan ketentuan, yang berbeda dengan prilaku seahri-hari, baik cara melakukannya maupun maknanya. Apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan, ritual diyakini akan mendatangkan keberkahan. Karena percaya akan hadirnya sesuatu yang sakral.
Ritual dalam islam dapat dibedakan menjadi dua : ritual yang mempunyai dalil yang tegas dan eksplisit dalam Al-Qur’an dan Sunnah, dan ritual yang tidak memilki dalil, baik dalam Al-Qur’an maupun Sunnah.
Akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk , antara yang terpuji dan yang tercela , tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin. Maksud dari akhlak itu sendiri adalah adanya hubungan antara khaliq dan makhluk , dan antara makhluk dengan makhluk. Kita harus membiasakan diri berakhlak terpuji dalam kehidupan sehari hari agar semuanya berjalan sesuai dengan perintah dan larangan dari Allah Swt.



DAFTAR PUSTAKA :
·         Abdul Hakim Atang, dkk. 2011. Metodologi Studi Islam. Hal.125-135
·         Mohammad Daud Ali, 1995, Lembaga-Lembaga Islam Indonesia. Hlm. 1
·         Abdullah, M. Yatimin. “Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Quran”. Jakarta: Amzah. 2007
·         Alim, Muhammad. “Pendidikan Agama Islam”. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2006
·         Al-Qosim, Abdul Malik Muhammad. “Ibadah-Ibadah yang Paling Mudah”. Yogyakarta: Mitra
·         Pustaka. 1999
·         Nata, Abuddin. “Akhlak Tasawuf”. Jakarta: Rajawali Pers. 2010
·         Yunus, Mahmud. “Pendidikan Islam”. Jakarta: PT. Hidakarya Agung. 1992
·         Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al Qur’an, (Jakarta : Amzah, 2007), hlm.1
·         Iman Abdul Mukmin Sa’aduddin, Meneladani Akhlak Nabi Membangun Peradaban     Muslim, (Bandung : PT.Remaja Rosdakarya), hlm. 99
·         Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta : LPPI, 2007), hlm. 12-14
·         Abdullah Salim, Akhlaq Islam Membina Rumah Tangga dan Masyarakat, (Jakarta: Seri Remaja, 1986), hlm. 23-27.
·         Hamzah Ya’kub, Etika Islam Pembinaan Ahklaqul Karimah, (Bandung: CV. Diponegoro, 1988), hlm. 142-145Hamzah Ya’kub, Etika Islam Pembinaan Ahklaqul Karimah, hlm. 138-140
·         Abdullah Salim, Akhlaq Islam Membina Rumah Tangga dan Masyarakat, (Jakarta: Seri Remaja, 1986), hlm. 69-70
·          Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : Rajawalin Press, 2008), hlm.357-359
·         Abd Hakim, Atang.1999. Metodologi Studi Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
·         Centre of Social Analysis. 2001. Lembaga Keuangan Mikro dalam Wacana dan Fakta:Perlukah Pengaturan?. Akatiga
·         R. Wood Ward, Mark. 1999. Islam Jawa. Kesalehan Normatif versus Kebatinan. Yogyakarta: LKis Yogyakarta
·         Sahrodi, Jamali. 2008.  Metodologi Studi Islam. Bandung: Pustaka Setia
·         Sutiyono. 2010. Benturan Budaya Islam Puritan dan Sintretis. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara
·         Syam, Nur. 2005. Islam Pesisir. Yogyakarta: LKis Yogyakarta
·         Martin, Ricard C. 2001. Pendekatan Kajian Islam dalam Studi Agama. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
·         Hakim, Atang Abd. 2006. Metodologi Studi Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
·         http://www.rumahpintarr.com/2016/10/ritual-institusi-islam-fungsitujuan.html
 

PANCASILA: pembahasan pancasila secara ilmiah

KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas keha...